Artikel : Siapa Bilang Bahasa Madihin Kotor?

Ahad, 10 Mei 2020

Gusminadewi.wordpress.com

SIAPA BILANG BAHASA MADIHIN (SELALU) KOTOR?
Penulis : Gusmina Dewi, S.Pd (Guru SMP Negeri 3 Pulau Burung)

Marwahrakyat.com-- Madihin adalah salah satu kesenian suku Banjar yang melagukan syair dan pantun, dengan alat tarbang sebagai pengiringnya. Kesenian madihin telah lama berkembang pada suku Banjar yang awal mulanya dianggap sebagai hiburan. Selain di Kalimantan Selatan, kesenian ini juga terdapat Tembilahan, Indragiri Hilir, Riau. Tersebarnya madihin dari Kalimantan ke Tembilahan, karena terjadinya imigrasi besar-besaran di Kalimantan selatan. Tanah Indragiri Hilir tergolong subur, maka dijadikan salah satu tujuan bagi masyarakat untuk berimigrasi. 
Madihin bagi masyarakat Tembilahan disajikan (mode) dinyanyikan, sehingga merupakan perpaduan antara sastra dan musik.  Sebagai sastra lisan yang dinyanyikan,  masyarakat umumnya mengetahui bahwa makna yang terkandung bersifat tabu  dan vulgar (kotor), sehingga dapat dikatakan generasi sekarang anti dengan kesenian ini. Padahal, masyarakat harus menyadari bahwa madihin merupakan sebuah aset kesenian Indragiri Hilir khususnya Tembilahan yang dapat dikembangkan agar kelestarian kesenian tersebut tetap terjaga dan tidak tersingkirkan oleh kesenian modern. Madihin tergolong ksesenian turun-temurun secara lisan yang sangat rentan mengalami kepunahan. 
Berdasarkan penelitian Gusmina Dewi (2018), pada skripsinya yang berjudul “Pertunjukan Madihin Kabupaten Indragiri Hilir: Kajian Sosiologi Sastra.” bahwa bahasa pada madihin selain bersifat tabu juga memiliki fungsi yakni: 1) fungsi pendidikan, 2) fungsi dakwah atau agama, 3) fungsi protes sosial, dan 4) fungsi nasihat. Contoh madihin berfungsi sebagai pendidikan

"kalau  dapat anak lalaki partama maka kali
sakulahnya harus kita hati-hati
tamatakan yang partamanya tamat esdi
yang kadua pulang tamatanakan smp negari
yang katiga ke sma negeri
itulah jalas banar kuliah kan mananti
kapan parlu hajat kuliahkan pakanbaru ibarat ka parupinsi
kapan kurang puas kuliahkan ka jakarta kapan parlu ka luar nagri
karena lalakian kada suah sakit ari-ari"

 Kutipan teks madihin yang dinyanyikan pemadihin di atas menerangkan bahwa orang tua harus memperhatikan anaknya pada bidang pendidikan. Pada awal larik dijelaskan menurut pemadihin bahwa yang berhak mendapat pendidikan tinggi adalah anak laki-laki, orang tua harus memperhatikan sekolah anak laki-laki dengan hati-hati.
maka izin Allah Baliau membariakan
kakanak bibinik ibarat partamaakan
marahak sakulahnya dansanak jangan ditinggiakan
yang panting tu partama harus dibaca Al-quran.

Madihin tersebut menyampaikan fungsi keagamaan dan dakwah yaitu menjelaskan bahwa pada  zaman reformasi saat ini banyak pengaruh yang negatif terhadap anak, maka sebagai orang tua harus menjaga anak dari pengaruh tersebut (tulung anak dilingkar diri). Kemudian dilanjutkan nasihat pemadihin yang menjelaskan bahwa cara yang terbaik untuk menjaga anak dari pengaruh tersebut adalah dengan mengajarkan anak membaca Al-quran pada senja hari (tapi tu pang sanja Al-quran dilajari). Membaca Al-quran pada senja hari  memang merupakan sebuah tradisi orang yang beragama Islam dari dahulu. Begitu pula dengan fungsi madihin lainnya, yang tidak selalu mengandung bahasa yang tabu ataupun vulgar.