Hilirisasi Nikel, Selebritas dan Jokowi

Ahad, 13 Agustus 2023

Jokowi

Oleh:  Yayat R Cipasang

Jakarta, Marwahrakyat.com -- ADA pemandangan yang menarik sekaligus lucu saat Presiden Jokowi memberikan keterangan kepada pers terkait isu hilirisasi nikel. Presiden tidak didampingi para penasihat ekonomi atau ajudannya melainkan di belakangnya berjejer para pesohor alias selebritas dari mulai model, penyanyi hingga komedian.

Presiden memberikan kesempatan kepada wartawan untuk bertanya tidak hanya soal transportasi publik LRT yang rencananya akan resmi beroperasi 18 Agustus 2023, melainkan terkait isu miring soal nikel Indonesia yang justru menguntungkan China.

Dalam sebuah diskusi yang digelar Indef dan juga keterangan sebelumnya, ekonom Faisal Basri menyebut 90 persen produksi nikel Indonesia diekspor ke China. Justru kebijakan ini malah menempatkan Indonesia sebagai pendukung industrialisasi di China.

Saya tidak tega menyebut kebijakan yang diambil Pemerintah tersebut. Faisal Basri menyebut kebijakan itu dengan istilah yang sangat sarkastis.

Dalam hitung-hitungan Faisal Basri juga disebutkan keuntungan ekspor yang disebut Pemerintah sangat besar juga tidak berarti dinikmati masyarakat Indonesia apalagi oleh masyarakat di sekitar tambang. Justru yang menikmati adalah oligargi pertambangan yang hanya beberapa orang dan duitnya juga banyak diparkir di luar negeri.

Pernyataan ini tentu saja membuat gerah Pemerintah. Serangan kepada Faisal Basri pun sangat masif di media sosial. Tapi sayangnya perdebatannya tidak substantif lebih banyak menghina dan emosional. Sampai Presiden Jokowi di sela-sela uji coba LRT bersama sejumlah selebritas juga harus menerangkan soal hilirisasi nikel, Kamis 10 Agustus 2023.

Mungkin isu yang tidak menarik bagi para selebritas yang berjejer di belakang Presiden Jokowi. Mereka hanya terlihat menyimak dan sedikit mengangguk-angguk dan dipastikan mereka tak satu pun mengerti tentang isu hilirisasi nikel.

Ari Laso, Desta, Ayu Dewi dan Yuni Shara, apakah mereka mengerti apa yang ditanyakan wartawan dan dijelaskan Jokowi. Saya kira tidak kendati mereka seolah khusuk dan mengangguk.

Gigafactory

Saya bukan ekonom jadi tak memiliki keahlian untuk mendedahkan statistik nikel. Tapi saya mencoba menganalisis kenapa Tesla milik Elon Musk tidak juga tertarik untuk membuka pabrik dan ekosistemnya (Gigafactory) di Indonesia.

Selain di Amerika, Tesla membuka pabrik di China, Prancis dan terbaru di Meksiko. Secara logika sangat mudah dicerna karena kalau 90 persen nikel Indonesia masuk ke China untuk apa membuka pabrik di Indonesia. Kendati Indonesia berjanji memberikan sejumlah insentif termasuk juga memberikan akses kepada Tesla untuk menambang sendiri.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sampai datang ke kantor pusat Tesla. Kemudian Presiden Jokowi juga secara khusus mendatangi Elon Musk di kantor SpaceX.

Analisis yang dijelaskan pakar manajemen dan marketing Rhenald Kasali dalam salah satu siniar yang sangat teoritis seperti soal keberlanjutan, birokrasi yang buruk, budaya korupsi dan indikator yang rumit dalam istilah investasi, tidaklah salah. Tetapi saya punya dugaan sendiri, Tesla tidak membangun pabrik di Indonesia dan lebih baik memperbesar kapasitas pabriknya di China karena 90 persen nikel Indonesia masuk ke China. Ini murni soal kesangkilan dan kemangkusan.

Artinya, Tesla tidak harus mengeluarkan investasi banyak justru bahan baku datang sendiri. Ini namanya durian montong runtuh.