Seruan dari Seorang Muslim Uighur kepada Umat Islam

Rabu, 19 April 2023

Oleh : Abdulhakim Idris
Direktur Eksekutif Center for Uyghur Studies

Marwahrakyat.com, Pertama, saya berdoa semoga setiap Muslim memperoleh berkah Ramadhan. Semoga Allah Swt. Menerima semua amal kebaikan kita dan terus memberkahi kehidupan kita.

Saya ingin memberikan gambaran lain tentang bulan Ramadhan kepadamu. Bayangkan jika Anda hidup di sebuah tempat di mana merayakan kedatangan Ramadhan saja—sebagai bulan yang paling mulia dalam Islam, adalah tindakan yang dilarang. Bayangkan jika Anda memasuki bulan Ramadhan di sebuah tempat di mana pemimpin negeri Anda menempatkan 1 orang aparat negara untuk tinggal di rumah Anda dengan tugas untuk memastikan bahwa Anda tidak berpuasa dengan mewajibkan Anda makan di siang hari selama bulan Ramadhan. Bayangkan dalam sebuah bulan yang penuh berkah Anda justru dikirim ke sebuah kamp konsentrasi karena berdasarkan laporan aparat negara tersebut Anda melakukan ibadah puasa. Bayangkan hadirnya sebuah bulan suci tidak dirayakan sama sekali, bahkan identitas keIslaman Anda secara sengaja ingin dihapuskan. Bayangkan dalam bulan penuh berkah ini ada sebuah tempat di mana  Anda akan dipenjara hanya karena melakukan shalat. Bayangkan di sebuah negeri berpenduduk Muslim, jika Anda bertanya apakah sebuah barang atau makanan halal atau haram, maka itu adalah tindakan kriminal.

Saat ini, saya adalah perwakilan dari warga Muslim Uighur di Turkistan Timur yang menjadi target pembunuhan etnik (genosida) rezim Komunis China. Saya sudah mengalami semua kondisi yang saya sebuah di atas. Dengan niat tulus memohon perlindungan dan kasih sayang kepada Allah Swt, saya ingin menjelaskan praktek genosida yang dialami warga Muslim Uighur. Saya juga ingin mengungkap tujuan utama rezim Komunis China selama bulan penuh berkah ini.

Seperti yang Anda ketahui, Turkistan Timur adalah tanah air bagi Muslim Uyghur, Kazakh, dan Kyrgyz. Ketiga etnis ini telah mengalami penindasan sejak pendudukan rezim Komunis China pada 1949. Sejak China menduduki tanah air kami, rezim Komunis China secara sistematis terus berusaha membasmi etnis kami. Hal ini karena wilayah Turkistan Timur sangat strategis, baik secara geografis maupun kandungan sumber daya alam dan kesuburan tanahnya. Tanah air etnis Uighur ini, yang terletak di titik paling Barat dari China, merupakan lokasi penting bagi ambisi ekonomi dan diplomatik Beijing. Oleh karena, itu, proses "Sinifikasi“ wilayah ini dan usaha untuk menghapuskan identitas keIslaman wilayah ini merupakan perjuangan eksistensial bagi rezim di China.

Sejak rezim Mao dan setelahnya, para pemimpin Partai Komunis China telah menggunakan berbagai untuk men-Chinakan warga Uyghur. Singkat kata, warga China Han merupakan pihak yang pertama kali menempati wilayah Turkistan Timur. Mereka datang dari berbagai wilayah untuk merubah demografi penduduk di Turkistan Timur. Selain itu, kurikulum pendidikan di Turkistan Timur juga disesuaikan dengan kepentingan rezim Komunis dengan tujuan untuk menjauhkan generasi muda Uyghur dari bahasa, agama, dan kebudayaannya sendiri. Dalam hal ini, sekolah-sekolah Islam ditutup. Selama bertahun-tahun, rezim China selalu berusaha menghapuskan jejak-jejak Islam dari kehidupan warga Uighur. Anda mungkin bertanya-tanya mengapa rezim Komunis China melakukan hal ini—pertanyaan yang akan saya jawab dalam tulisan ini.

Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin menyampaikan beberapa fakta menyedihkan tentang praktek genosida terhadap warga Uighur di Turkistan Timur.

Kamp konsentrasi mulai beroperasi di Turkistan Timur pada 2014. Saat ini, ada ratusan kamp konsentrasi yang mengelilingi pemukiman warga Uighur. Kamp konsentrasi ini diperkenalkan kepada dunia internasional sebagai "pusat pendidikan“. Kenyataannya, tujuan sebenarnya dari “pusat pendidikan” terungkap dari para penyintas. Kamp konsentrasi ini ditujukan untuk menghapuskan identitas agama dan bangsa dari warga Uighur dan membuat mereka lupa bahwa mereka adalah Muslim. Penting untuk dicatat bahwa kelompok pertama yang dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi adalah para intelektual dan cendekiawan Uyghur.

Awalnya, warga Uighur dibawah ke kamp konsentrasi selama beberapa hari lalu dipulangkan kembali. Namun, seiring berjalannya waktu, jutaan warga Uighur dijebloskan ke kamp konsentrasi—termasuk orang-orang yang sebelumnya pernah masuk ke sana. Rezim Komunis China secara sistematis melakukan cuci otak terhadap mereka. Muslim Uighur dipaksa untuk lebih tunduk kepada rezim Komunis China daripada kepada Allah Swt. Berbagai cara penyiksaan terus dilakukan kepada orang-orang yang menolak. Korban terbesar di kamp konsentrasi ini tentu saja perempuan. Para penjaga kamp konsentrasi membawa mereka ke sebuah ruangan tertutup lalu melakukan perkosaan. Fakta-fakta mengenai perilaku keji para penjaga kamp konsentrasi terungkap dari para perempuan penyintas. Lebih keji lagi, organ tubuh warga Uighur yang sakit ataupun meninggal karena penyiksaan kemudian diselundupkan dan dijual kepada pembeli, termasuk pembeli Muslim yang menganggapnya sebagai "organ halal“.

Situasi di luar kampus konsentrasi juga sebenarnya tidak ada bedanya. Beberapa warga Uighur yang pernah mengalami proses indoktrinasi di kamp konsentrasi akan mendapatkan vonis pengadilan lalu dipenjara atau dipaksa menjadi buruh—atau lebih mirip budak—di pabrik-pabrik. Dalam proses pengadilan tersebut, warga Uighur dimintai keterangan tentang tindakan mereka yang mengajari anak-anak mereka agama Islam atau al Qur’an. Melaksanakan shalat secara rutin adalah tindakan kriminal dan hukumannya adalah penjara. Orang-orang yang dipaksa bekerja di pabrik-pabrik layaknya budak juga tinggal di sebuah tempat seperti penjara, yang tentu saja berlawanan dengan kemauan mereka untuk hidup bebas.

Perempuan Uighur dipaksa untuk menjalani sterilisasi yang telah melanggar hak asasi manusia. Hal ini dilakukan untuk terus mengurangi hingga menghabisi generasi Muslim di Turkistan Timur. Akibatnya, angka kelahiran di Turkistan Timur turun hingga 80% dalam beberapa tahun terakhir. Perempuan Uighur telah dirampas hak keibuan mereka. Sementara itu, perempuan Uighur yang tidak berada di kamp konsentrasi akan dilengkapi dengan alat khusus untuk menghalangi mereka agar tidak bisa hamil dan melahirkan.

Anak-anak yang orang tuanya berada di kamp konsentrasi akan diculik. Saat ini, diperkirakan ada 1 juta anak Uyghur yang ditempatkan di sebuah asrama pemerintah China atau tinggal dengan keluarga China. Propaganda rezim Komunis kepada anak-anak ini dipaksa untuk melupakan nama mereka. Mereka juga dipaksa untuk 'menyembah‘ Partai Komunis China, Republik Rakyat China dibandingkan Islam. Fakta ini terungkap dari kesaksian seorang ayah yang anaknya diculik pernah menyaksikan anaknya dalam sebuah video beberapa tahun selanjutnya.

Hal yang sama juga dialami oleh keluarga yang memiliki anak di luar negeri. Mereka dilarang untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya. Tindakan ini merupakan tindakan kriminal. Orang-orang yang melanggar aturan ini telah dipenjara. Ini alasan mengapa ibu saya menasehati saya agar tidak menghubunginya lagi ketika saya berkomunikasi dengan nya pada April 2017. Sejak itu—25 April 2017—saya tidak pernah mendengar kabar apapun dari ayah dan ibu saya. Sama halnya dengan ribuan diaspora Uyghur, saya bahwa tidak bisa memastikan apakah orang tua saya masih hidup atau tidak.

Seperti yang Anda ketahui, ciri utama sebuah wilayah merupakan negeri Muslim adalah keberadaan masjid, kubah-kubah yang menghiasi masjid, dan adzan yang berkumandang dari kubah-kubah ini. Ketiga ciri utama ini telah dihapuskan oleh rezim Komunis China dari Turkistan Timur. Menurut sebuah laporan independen, diperkirakan ada 16,000 masjid di Turkistan Timur yang menjadi target rezim Komunis China. Setiap masjid ini telah rusak, dan telah dihancurkan. Pemakaman juga dihancurkan. Beberapa masjid bersejarah di pusat kota juga telah diganti fungsinya menjadi pusat hiburan dan bar. Di masjid-masjid yang masih dibiarkan beroperasi, adzan tidak diperbolehkan dikumandangkan.  

Semua hal itu dilakukan karena rezim Komunis China menganggap bahwa meyakini agama Islam adalah sebuah tindakan kriminal, bahkan dianggap sebagai musuh. Oleh karena itu, rezim Komunis China secara terang-terangan menyatakan perang terhadap Islam dan ingin memenangi peperangan ini di Turkistan Timur. Rezim Komunis China juga menghapuskan ayat-ayat al Qur’an  dari masjid-masjid di Turkistan Timur, lalu menggantinya dengan pernyataan-pernyataan propaganda Komunis. Pembakaran al Qur’an dan penghancuran kubah masjid merupakan bukti pernyataan perang rezim China terhadap Islam.

Setelah memperhatikan praktek genosida dan penindasan ini, kita patut bertanya "mengapa“. Ada dua jawaban; Pertama, tujuan utama adalah "Sinifikasi“ Turkistan Timur dan Kedua adalah kepentingan ekonomi dan diplomatik. Berkaitan dengan tujuan pertama, kita bisa saksikan dari kebijakan rezim Komunis China yang secara sistematis telah menghancurkan identitas agama dan budaya Muslim Uighur sejak 1949. Hal ini dilakukan dengan cara menutup seluruh sekolah Islam dan menghapus kurikulum agama di sekolah pemerintah. Penduduk Turkistan Timur sadar bahwa cara terbaik untuk menjaga identitas mereka adalah melalui pendidikan agama terhadap anak-anaknya. Oleh karena itu, ketika madrasah-madrasah ditutup, warga Uighur melakukan pendidikan agama di rumah-rumah mereka.

Al Quran dan Hadis dipelajari secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah warga. Usaha-usaha untuk melestarikan identitas keIslaman merupakan ancaman bagi rezim Komunis China, meskipun mereka sudah menjalankan propaganda sistematis untuk membentuk ulang kehidupan di Turkistan Timur. Inilah yang menjadi alasan, sejak 2014, rezim Komunis China mengirimkan orang China Han untuk tinggal bersama keluarga Muslim Uyghur. Mereka berdalih bahwa kebijakan ini ditujukan agar China Han berbaur dengan Muslim Uighur. Namun, tujuan sebenarnya adalah untuk memata-matai kehidupan warga Uighur, sehingga usaha untuk mengajarkan agama Islam di rumah-rumah sulit untuk dilakukan. Di sisi lain, perempuan Uighur juga dipaksa untuk tidur dalam ranjang yang sama dengan China Han tersebut. Ini adalah tindakan keji. Hidup di bawah pengawasan ketat seperti ini merupakan kehidupan yang tak tertahankan.

Jebakan Proyek China

Berkaitan dengan tujuan kedua—kepentingan ekonomi dan diplomatik—wilayah Turkistan Timur memang merupakan wilayah yang kaya. Ada kandungan gas alam, minyak, uranium, emas, dan kandungan mineral lainnya. Selain itu, wilayah Turkistan Timur merupakan lokasi transit yang penting dalam program Belt and Road Initiative (BRI). Oleh karena itu, rezim Komunis China berambisi menguasai penuh wilayah Turkistan Timur. Mereka menganggap penduduk Muslim Uighur dan identitas keIslaman di wilayah ini merupakan ancaman karena akan membahayakan kepentingan ekonomi dan diplomatik mereka.

Kepemimpinan Xi Jinping di Partai Komunis China ikut memperburuk situasi di Turkistan Timur. Xi menganggap dirinya sebagai salah satu pemimpin terbesar China. Dia memberlakukan kebijakan luar negeri untuk melakukan menjadikan dunia berada di bawah hegemoni pemerintahan Beijing. Kebijakan ini terwujud dalam program Belt and Road Initiative (BRI) yang diluncurkan sejak 2013. BRI dicitrakan ke seluruh dunia sebagai proyek yang akan membawa kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi seluruh dunia.

Tidak kurang 140 negara, termasuk 17 negara di Timur Tengah, telah bergabung dalam proyek BRI, yang memanjang mulai dari China hingga Eropa. Wilayah Afrika dan Timur Tengah merupakan target utama BRI dengan pertimbangan sumber daya dan investasi. Negara-negara di Asia-Pasifik, seperti Indonesia dan Malaysia, juga merupakan wilayah penting bagi ambisi hegemoni China. Wang Yi—ketika menghadiri pertemuan Urusan Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 2022—menyatakan bahwa dana 400 miliar dolar AS telah disediakan untuk 600 proyek BRI di dunia Muslim. Nilai proyek BRI di negara-negara Afrika dan Timur Tengah meningkat dari 8% menjadi 38% pada 2020.

Namun nominal sanksi yang dibebankan China kepada negara-negara Muslim di Arab naik tiga kali lipat. Angka ini naik dua kali lipat dalam jenis proyek konstruksi. Kontribusi ekonomi yang dijanjikan China juga patut dipertanyakan. Sebab proyek-proyek China sebenarnya dijalankan oleh perusahaan China, perusahaan pembiayaannya juga dari China, termasuk para pekerja juga berasal dari China. Dengan demikian, pemenang utama dari proyek ini adalah pemerintah Beijing. Negara-negara tujuan investasi China saat ini, seperti Sri Lanka, tengah menghadapi beban hutang yang sangat besar. Beberapa negara di Afrika saat ini mulai mempertimbangkan kembali proyek BRI.

Wilayah Turkistan Timur sangat penting bagi BRI. Wilayah ini akan membuat China menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Turkistan Timur merupakan titik penghubung antara China dengan Asia Tengah dan Timur Tengah. Inilah salah satu alasan utama pemerintahan Beijing melakukan Sinifikasi di Turkistan Timur. Empat dari enam jalur perdagangan utama BRI akan melewati wilayah Turkistan Timur. Kota bersejarah Kashgar juga merupakan pintu masuk ke wilayah Pakistan—negara yang dengan nilai investasi terbesar BRI. Sejak 2017, ketika proyek BRI mulai dijalankan, jutaan penduduk Uighur dijebloskan ke kamp konsentrasi—yang dibuat selang satu tahun sejak BRI diluncurkan pada 2013. Sementara rezim Komunis berusaha mendominasi dunia secara ekonomi, mereka juga menghancurkan kehidupan Uyghur untuk ambisi kolonialnya itu.

Tindakan kriminal rezim Komunis China yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia universal telah disuarakan di level internasional. Ada 14 negara yang telah mengakui adanya praktek genosida di Turkistan Timur. Komisi HAM PBB dalam laporannya mengungkapkan bahwa China telah melakukan tindakan kriminal yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan terhadap Muslim Uighur. Kegiatan The Independent People's Tribunal yang diselenggarakan di kota London juga mengakui bahwa China bertanggung jawab penuh atas praktek genosida di Turkistan Timur. Sayangnya dunia Muslim masih belum memberikan sikap apapun terhadap apa yang terjadi di Turkistan Timur. Dunia Muslim—di bawah kendali ekonomi, diplomatik, dan politik China—merupakan korban disinformasi yang sengaja dilakukan pemerintah Beijing. Akibatnya, dunia Muslim tidak begitu peduli terhadap situasi di Turkistan Timur. Maka perhatian dan dukungan yang Anda berikan merupakan kontribusi tak ternilai bagi kami warga Uyghur.

Sama halnya dengan negeri Anda, Turkistan Timur merupakan salah satu penjaga dunia Muslim. Seperti yang sudah saya jelaskan di atas, rezim Komunis China tidak hanya menarget satu komunitas saja. Tujuan utama mereka adalah menghabisi Islam di Turkistan Timur. Sebab pemerintah Beijing menganggap Islam sebagai ancaman. Untuk menghadapi ancaman ini, pemerintah China telah menghalalkan segala cara, termasuk penyiksaan dan genosida. Sebagai Muslim Uighur, kami berharap Anda melakukan sesuatu untuk menghentikan penindasan ini, yang bertentangan dengan demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan kemanusiaan. Jika dunia Muslim tidak melakukan sesuatu untuk saudara seagamanya, siapa lagi yang akan melakukannya? Siapa yang akan menyuarakan nasib Muslim Uighur kepada masyarakat internasional?

Saya ingin menutup surat ini dengan sebuah hadis Nabi Muhammad Saw.”Barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka berusahalah untuk merubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka berusahalah untuk merubahnya dengan mulutnya. Jika dia tidak mampu, maka berusahalah untuk merubahnya dengan hatinya.“ Saat ini, Muslim Uighur sedang menunggu dukungan Anda agar bisa selamat dari genosida yang dilakukan pemerintahan China. Dalam bulan yang penuh berkah ini kami memohon agar Anda mendoakan Muslim Uighur.

*Artikel diterjemahkan oleh Imam Sopyan; IG @isofyanabbas