Memendekkan Khutbah Jum'at
Oleh : Jumardi
Guru Pondok Pesantren YASIN Tembilahan
Khutbah Jum’at merupakan salah satu rangkaian ibadah yang terdapat pada pelaksanaan shalat Jum’at, karena khutbah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian ibadah Jum’at. Secara umum khutbah Jumat bertujuan untuk memuji, memuliakan, dan mentauhidkan Allah SWT., juga kesaksian bahwa pada diri Rasulullah SAW. terdapat risalah yang bertujuan untuk memberikan peringatan bagi para hamba. Khutbah memiliki kedudukan dan manfaat yang sangat besar dari pelaksanaan shalat Jum’at, karena di dalamnya mengandung zikir kepada Allah, peringatan bagi kaum muslimin serta nasehat bagi yang mendengarkannya.
Khutbah Jum’at mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan. Pertama, sebagai bagian dari ibadah shalat Jum’at yang melekat. Kedua, Khutbah Jum’at menjadi media untuk menyampaikan dan memberi pelajaran kepada para jamaah atau umat manusia secara umum. Bisa juga dikatakan, selain ritual ibadah, khutbah Jum’at juga merupakan salah satu media dakwah yang mempunyai kaitan langsung dengan pembinaan umat. Karena pentingnya khutbah pada rangkaian shalat Jumat, maka para khathib hendaknya mempersiapkan dengan baik apa yang akan disampaikan kepada para jamaah. Mempersiapkan materi yang sesuai dengan kebutuhan jamaah dan cara menyampaikannya dengan baik adalah kunci tersampaikannya nasehat agama ke hati nurani jamaah.
Memendekkan Khutbah dan Memanjangkan Sholat
Setiap hari Jumat, seringkali dijumpai khatib-khatib berkhutbah agak panjang, kadang-kadang sampai empat puluh menit ditambah pula dengan bacaan ayat-ayat yang panjang dalam shalat Jumatnya. Hal demikian khutbah Jumat menjadi membosankan bagi Jamaah, hingga ada yang ngantuk dan tertidur. Padahal Rasulullah telah mengingatkan bahwa seorang khatib hendaknya menyampaikan khutbahnya dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Tidak bertele-tele dan disampaikan secara ringkas dan padat.
Dari ‘Ammar bin Yasir beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi WaSallam bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan ringkasnya khutbah merupakan tanda kefaqihannya.” (Shahih Muslim, Kitabul Jum’at nomor 869 dan Bulughul Maram nomor 477)
Maksud hadis ini, yaitu termasuk dari perkara yang dapat dikenali akan kefaqihan seseorang adalah dengan mudahnya orang memahami perkataannya walaupun ringkas. Sedangkan setiap sesuatu yang dapat menunjukkan sesuatu maka hal tersebut merupakan tanda baginya. Dan meringkas khutbah hanya sebagai suatu tanda atas hal tersebut, karena orang yang faqih adalah orang yang telah menelaah berbagai hakikat makna-makna dan berbagai macam kumpulan-kumpulan lafadz sehingga dia bisa mengungkapkannya secara tegas dan lugas dengan ungkapan yang menyeluruh dan dapat dipahami.
Hadis di atas menerangkan bahwa khutbah yang pendek dan shalat yang panjang itu sebagai tanda pengertian seseorang dalam agama, karena seseorang yang mengerti dapat memilih uraian yang padat dan ber nash serta tidak melantur, sehingga khutbahnya tersebut bisa dipahami dan dimengerti oleh jama’ah Jum’at.
Oleh sebab itulah, hadits tersebut merupakan kelengkapan dari riwayat hadits, “Maka panjangkanlah shalat kalian dan perpendeklah khutbah. Karena sesungguhnya penjelasan merupakan salah satu bentuk sihir (membuat orang terkesima dan membawa pengaruh bagi yang mendengarkannya)”. (H.R Muslim)
Maksud dari panjangkan shalat adalah panjangnya shalat tidak sampai menyebabkan pelakunya masuk ke dalam batasan larangan, yaitu membaca surat atau ayat yang sangat panjang sehingga mengabaikan keadaan jamaah Jumat yang kebanyakan orang tua, dan orang yang sedang safar yang mungkin memiliki kebutuhan yang mendesak. Rasulullah saw. menunaikan shalat Jum’at dengan membaca surat Al Jumu’ah dan surat AlMunafiqun sebagaimana yang terdapat pada riwayat Imam Muslim dari Ibnu Abbas dan An Nu’man bin Basyir radliyallahu 'anhuma,
“Adalah beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam membaca pada Dua Hari Raya dan pada hari Jum’at dengan surat Sabbihisma Rabbikal A’la dan Hal Ataka Haditsul Ghasyiyah.” (Shahih Muslim, Kitabul Jum’at nomor 878, Sunan Abu Dawud, Kitabul Jum’at nomor1122)
Dan itu adalah panjang yang disandarkan pada khutbahnya dan bukan disandarkan dengan panjangnya shalat yang terlarang. Dari Ummu Hisyam bintu Haritsah bin An Nu’man beliau berkata, “Tidaklah aku menghapal surat Qaf wal Qur’anil Majid kecuali dari lisan Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wa Sallam, beliau membacanya pada setiap Jum’at di atas mimbar apabila beliau memberikan khutbah kepada manusia.” (Shahih Muslim, Kitabul Jum’at nomor 873)
Seorang imam atau khatib harus peka dan prihatin dengan keadaan makmum di belakangnya. Karena makmum mungkin mempunyai pelbagai ragam dan kedudukan serta peringkat umur dan pengetahuan agamanya. Khutbah tidak seharusnya dipanjangkan, cukuplah di antara sepuluh dan lima belas menit. Khutbah yang pendek, padat ditambah dengan penggunaan bahasa yang baik adalah lebih berkesan daripada yang panjang sehingga menjemukan dan membosankan para jamaah. Dengan khutbah yang singkat dan padat serta mudah dipahami oleh Jamaah diharapkandapat menebalkan keyakinan tauhid para jama’ah yang mendengarkannya, sehingga mereka semakin mencintai Allah dan semakin kuat beribadah. Dengan adanya kabar gembira dan peringatan, sehingga umat manusia lebih berhati-hati dalam menjalankan segala pekerjaan yang dilakukannya. Agar menjadi obat atau penawar hati bagi jama’ah dalam menghadapi persoalan yang ada pada masyarakat. Supaya manusia sadar dari perbuatan yang sering dilakukan, dan untuk yang akan datang tidak terulangi lagi.
Jumardi, S. Ud.
Guru Pondok Pesantren YASIN Tembilahan